Famous

Backgrounds
Fashion Backgrounds
Glitter Text Generator

Selasa, 03 Desember 2013

Jangan sampai kekayaan jadi dana tak bertuan

JAKARTA. Anda mungkin termasuk salah satu orang yang sudah melek investasi. Bisa jadi, saat ini Anda memiliki duit ratusan juta rupiah dari investasi reksadana. Anda juga mungkin tercatat sebagai pemegang beberapa polis unitlink. Plus, Anda juga punya segepok deposito dan tabungan di bank.

Tapi, apakah Anda pernah memberitahu suami atau istri Anda soal simpanan duit dan investasi Anda yang bejibun tadi? Atau, jangan-jangan hanya Anda sendiri yang tahu soal berbagai aset tersebut?

Asal tahu saja, banyak orang tidak memberitahu pasangan atau anggota keluarga saat membeli aset investasi. Ini bakal menjadi masalah kalau tiba-tiba si pemilik aset meninggal dunia. Lantaran tidak ada keluarga dan kerabat yang tahu soal investasinya tersebut, duit yang ditanamkan malah menjadi dana nganggur. Sayang sekali, bukan?

Hal seperti ini sering terjadi, lo. Mau bukti? Tengok saja data PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sampai semester satu lalu, perusahaan pengelola dana hari tua ini menyimpan dana tak bertuan sebesar Rp 1,2 triliun.

Padahal, dana simpanan tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan ahli waris atau keluarga yang masih hidup. Karena itu, sangat penting untuk memberitahu orang lain, khususnya keluarga dekat, di mana saja Anda menyimpan duit.

Siapa saja yang perlu diberitahu? “Kalau Anda berinvestasi, misalnya membeli reksadana atau unitlink, pastikan suami atau istri Anda tahu Anda mengambil produk tersebut,” kata Pandji Harsanto, perencana keuangan dari Fin-Ally Planning dan Consulting. Maklumlah, kalau seseorang meninggal tanpa wasiat, biasanya harta akan beralih ke pasangannya.

Selain pasangan, orang lain yang perlu diberitahu mengenai berbagai investasi yang kita miliki adalah orang yang ditunjuk sebagai ahli waris. Setiap kali membuka rekening reksadana atau membeli asuransi, biasanya nasabah akan diminta mengisi kolom ahli waris. Nah, Ahli waris yang ditunjuk perlu diberitahu bahwa dia akan menerima dana dari produk tertentu bila si nasabah meninggal.

Lisa Soemarto, perencana keuangan dari AFC Financial, menuturkan, pewaris seharusnya memberitahu ahli waris secara bertahap soal warisan atau investasi yang bakal diterima. “Keterbukaan akan investasi dan tabungan yang dimiliki pewaris ke ahli waris amat diperlukan,” kata dia.

Lakukan dokumentasi
Kalau orang tersebut sudah menyiapkan wasiat, maka notaris pembuat surat wasiat juga perlu diberitahu, terutama bila ada investasi baru.

Tentu saja, memberitahu kerabat soal produk-produk investasi yang dimiliki tidak cukup. Untuk memudahkan ahli waris atau kerabat mengurus investasi yang tersebut setelah yang bersangkutan meninggal dunia, si pemilik aset investasi sebaiknya memiliki dokumentasi yang rapi soal seluruh investasinya.

Nah, agar keluarga atau ahli waris tidak kelabakan mengurus hasil investasi bila terjadi kematian mendadak, persiapkan langkah antisipatif berikut.

1) Buat data investasi yang dimiliki
Sebagai permulaan, buatlah daftar instrumen-instrumen investasi yang dimiliki, baik investasi likuid hingga nonlikuid. Lisa menuturkan, setiap keluarga perlu mengurutkan daftar kekayaan yang dimiliki, mulai dari tabungan masing-masing anggota keluarga, hingga aset, seperti properti. “Agar aset yang dimiliki tidak dilupakan,” terang dia.

Catat juga detail-detail pendukung yang penting. Misalnya, bila Anda memiliki unitlink dan reksadana, sertakan juga nama dan kontak agen asuransi dan reksadana yang biasa Anda hubungi.

2) Siapkan dokumen pendukung
Buatlah arsip dokumen-dokumen yang terkait dengan investasi yang dimiliki. Ada baiknya jika Anda memisahkan dokumen-dokumen untuk setiap aset. Jadi, dokumen reksadana diarsipkan terpisah dengan dokumen asuransi dan deposito.

Anda juga bisa mempersiapkan dokumen pendukung yang bakal dibutuhkan untuk klaim sejak awal. Ambil contoh untuk mengurus asuransi.

Bila pemegang polis meninggal, sebaiknya yang mengurus klaim adalah ahli waris. “Jika terjadi risiko meninggal dunia, yang berhak menerima manfaat santunan klaim adalah ahli waris yang ditunjuk sesuai dokumen polis,” kata Mohammad Irsyad, Direktur Tekhnik dan Aktuaria Asuransi AJB Bumiputera 1912

Selain polis dan kuitansi premi terakhir, biasanya perusahaan asuransi mewajibkan dokumen berupa fotokopi KTP pemegang polis dan KTP ahli waris, kartu keluarga, dan surat keterangan meninggal untuk mengurus klaim asuransi pemegang polis yang meninggal.

Nah, dari awal, pemegang polis bisa menyiapkan salinan KTP dan kartu keluarga. Dus, bila pemegang polis meninggal, ahli waris tinggal melengkapi dokumen yang kurang.

3) Minta bantuan pihak ketiga
Di mana sebaiknya dokumen-dokumen tersebut disimpan? Tentu saja, Anda bisa menyimpan dokumen tersebut di rumah Anda atau menitipkannya pada keluarga Anda. Keuntungannya, ahli waris atau keluarga menjadi lebih mudah mengakses dokumen-dokumen tersebut.

Tapi, Lisa menyarankan, sebaiknya dokumen-dokumen tersebut tidak hanya disimpan di rumah. Bisa dibuat salinannya dan dokumen yang asli disimpan di safe deposit box. Ini untuk menghindari risiko terjadi bencana yang membuat dokumen-dokumen tadi hilang, seperti kebakaran atau gempa bumi. “Jangan lupa, sertakan juga kunci untuk ahli waris yang menerima,” sebut dia.

Pilihan lainnya, Anda bisa melibatkan pihak ketiga, seperti notaris atau perencana keuangan. Tentu saja, Anda harus keluar biaya bila menitipkan dokumen di safe deposit box atau pihak ketiga.
Dengan persiapan tersebut, mudah-mudahan investasi kita bisa bermanfaat bagi keluarga, meski kita sudah tidak lagi ada di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Bookmark and Share